ANALISIS FILM SPOTLIGHT (2015) - Sosiologi Komunikasi



A.     Profil Film Spotlight (2015)

Film drama barat berjudul “Spotlight” yang rilis November tahun 2015 ini menceritakan tentang kisah nyata yang sangat memukau yang berlatar tahun 2001 yaitu pengungkapan penyakit yang menyebabkan krisis di salah satu lembaga tertua dan paling terpercaya di dunia yaitu gereja.

Ketika tim investigasi koran ‘Spotlight’ menyelidiki sebuah tuduhan pelecehan seksual di Gereja Katolik, penyelidikan yang dilakukan selama setahun menyingkap setelah selama bertahun-tahun lamanya ditutupi di tingkat tertinggi dari segi agama, berbagai media, polisi dan sistem hukum pemerintah Boston, menyentuh di seluruh dunia. Hal ini disebut sebagai salah satu kisah kejahatan terbesar di zaman modern.

Produser : Tom McCarthy
Sutradara : Tom McCarthy
Penulis Naskah : Tom McCarthy, Josh Singer
Rilis : 6 November 2015
Genre : Biography, Drama, True Story, History
PH / Perusahaan : Open Road Films

Pemain Film Spotlight
1.      Mark Ruffalo sebagai Michael Rezendes
2.      Michael Keaton sebagai Walter "Robby" Robinson
3.      Rachel McAdams sebagai Sacha Pfeiffer
4.      Brian d'Arcy James sebagai Matt Carroll
5.      Gene Amoroso sebagai Steve Kurkjian
6.      John Slattery sebagai Ben Bradlee Jr.
7.      Liev Schreiber sebagai Marty Baron.


B.      Sinopsis Film Spotlight (2015)

Film ini berlatar pada tahun 2001, dalam film ini menjelaskan Tim Spotlight bentukan dari Koran Harian The Boston Globe. Timnya terdiri dari Walter Robinson (Michael Keaton), sebagai editor serta akrab dipanggil Robby. Disusul kemudian tiga reporter : Michael Rezendez (Mark Ruffalo); Sacha Pfeiffer (Rachel McAdams); Matt Carroll (Brian d’Arcy James); dan Ben Bradlee Jr. (John Slattery) sebagai deputy editor. Tim Spotlight sudah menjadi andalan dari Koran Harian The Boston Globe, karena dikhususkan diri dalam menginvestigasi kasus-kasus besar dan prosesnya mampu memakan waktu panjang.

Editor baru The Boston Globe yaitu Marty Baron dari The Boston Globe, ingin menjadikan korannya penting bagi pembaca maka memberikan tugas kepada Tim Spotlight untuk melakukan investigasi terhadap John Geoghan. Geoghan yang seorang pendeta diduga telah melakukan pelecehan seksual terhadap 80 anak laki-laki yang sudah bertahun-tahun belum terungkap. Dimana pada kasus ini juga aparatur penegak hukum seperti Lembaga Peradilan, Jaksa Agung, dan Kepolisian tidak bisa berbuat banyak untuk kasus ini. Pada akhirnya kasus ini tidak menjadi permasalahan yang harus diungkap lagi.  Karena Gereja itu punya sistem yang kuat dan diselimuti lembaga paling sakral. Pada awalnya mendapat protes karena mengetahui sulitnya untuk mengalahkan dominasi gereja di masyarakat namun kebenaran harus tetap terungkap bagaimanapun rintangan yang akan menghadang nantinya.

Mulai itu Tim Spotlite mulai bekerja mencari dokumen-dokumen yang sudah tertimbun bertahun tahun.  Dan mulai mencari organ yang terlibat dari kasus tersebut mulai dari korban pelecehan seksual, pengacara, pengadilan, dan pastornya sendiri.  Pertama dimulai dari pengacara Mitchael Garabedian yang dulu menjadi pengacara atau advokat bagi para korban pelecehan seksual yang dalam pengungkapan kebenarannya sering di ancam oleh gereja.  Mike (wartawan) dengan ini menyebutkan bahwa The Boston Globe salah satu media massa lokal yang paling kuat pada waktu itu sehingga masyarakat akan percaya terhadap nanti apapun hasilnya.

Selanjutnya, keempat orang Tim Spotlite mulai wawancara terhadap para korban.  Pertama mengundang Phil Saviano (korban), ke tempat The Boston Globe. Phil menuturkan terdapat 13 pastor yang terlibat dalam pelecehan seksual di Boston.  Penuturannya Phil selaku korban, ketika kecil dia disuruh oral seks oleh pastor karena pada waktu itu phil menganggap bahwa pastor adalah sesuatu yang agung yang akan menjadi penyelamat bagi dirinya. Tetapi pastor telah melakukan pelecehan seksual secara fisik dan spritual. Karena para pastur telah merampok keimanannya demi kepuasan nafsu semata.

Korban yang kedua yaitu Joe yang di wawancarai oleh Sacha, dia seorang gay dia menuturkan bahwa ketika kecil diajak pastor dan terpaksa melakukan apa yang diinginkan pastor yaitu berhubungan intim pada waktu kecil. Selanjutnya, korban yang ketiga yaitu Patrick dengan bantuan Garabedian, akhirnya diwawancarai salah satu korban dari pastor Geoghan dalam pelecehan seksual terhadap anak anak. Pada waktu itu Patrick baru umur 12 tahun. Dan terdapat tambahan informasi yang diterima Mike dari yang bernama Richard yaitu peneliti pencabulan yang dilakukan pastor-pastor pada waktu itu. Dia menjelaskan bahwa itu adalah sebuah fenomena psikiatri sehingga harus benar-benar terungkap ketidakadilan ini. Dari hasil wawancara dengan korban yang menjadi target para pastor yaitu keluarga miskin, tidak mempunyai ayah, dan memliki watak pemalu supaya apa yang dilakukannya tidak disebarluaskan ke khalayak umum. Tim Spotlite juga kaget dengan penuturan dari Richard yang menyebutkan terdaapat 90 pastor yang terlibat dalam jaringan kasus ini. Setelah dicari data validnya akhirnya menemukan bahwa terdapat 87 pastor yang terindikasi melakukan kejahatan tersebut.

Berita besar ini tidak terungkap karena baik pengacara, gereja, pastor, uskup, dan keluarga korban sering diselesaikan dengan jalur kekeluargaan yaitu lebih tepatnya ganti rugi. Dan gereja juga mempunyai peranan dalam membisukan jaksa, polisi atau lembaga peradilan. Sehingga The Boston Globe fokus bukan ke kasus pastornya tetapi ke sistemnya yang begitu menggurita dan sulit untuk diungkap. Dari sini juga mulai terlihat daftar pelecehan seksual dan tim spotlite mulai mewawacarai korban pastor yang sangat banyak. Hal ini membuat kasus pelecehan seksual oleh pastor semakin terang.

Tim Spotlite mencari-cari dokumen rahasia yaitu keterlibatan pastor dan uskup pada kasus itu sejak bertahun-tahun. Namun ketika mencari dokumen rahasia tersebut banyak rintangan sehingga teramat sulit untik mendapatkannya. Dengan bantuan Garabedian akhirnya Mike mampu menemukan dan mengetahui isi dokumen rahasia tersebut. Isinya menyatakan bahwa Uskup yaitu Cardinal Law ternyata sudah tahu akan pelecehan seksual yang dilakukan oleh pastor tetapi hanya diam saja melihat kejadian tersebut. Sudah jelaslah kasus tersebut, ketika detik-detik mau diterbitkan berita kasus ini. Robby menyatakan bahwa kita harus mencari data yang lengkap lagi dan harus ada konfirmasi dari pastornya sehingga berita ini akan penting bagi masyarakat dibalik kesucian pastor yang terlindungi oleh agama. Dan supaya ke 87 pastor tersebut mengakui kejahatan pelecehan seksual yang dilakukannya.


C.      Analisis Film Spotlight (2015)

Spotlight adalah sebuah film yang sangat bagus apabila masyarakat ingin mengetahui bagaimana proses jurnalistik yang baik dan benar. Ilmu jurnalistik masih jarang dimengerti oleh masyarakat khususnya masyarakat Indoneisa. Jurnalistik pada intinya yaitu proses panjang untuk mengarah pada kebenaran bagi publik. Didalam Film Spotlight secara terang-terangan mempertontonkan bahwa meskipun seseorang narasumber telah mengutarakan suatu hal, mereka tidak bisa begitu saja percaya. Meskipun informasinya menggiurkan, pimpinan kelompok itu tetap meminta supaya dilakukan melihat latar belakang narasumber. Terdapat beberapa point penting yang bisa kita cermati yaitu:


  • Mengupas Habis Permasalahan

Dalam film ini kita akan disuguhi mengenai jurnalistik yang seharusnya yaitu mengungkap kebenaran ke depan publik. Teori yang dipakai yaitu Teori Tanggung Jawab Sosial yaitu teori yang menjelaskan bahwasanya media massa selain memiliki kebebasan pers juga disertai dengan tanggungjawab kepada masyarakat. Media massa harus melakukan tugasnya sesuai dengan standar hukum tertentu. Teori  ini sering dianggap sebagai suatu bentuk revisi terhadap teori-teori sebelumnya yang menganggap bahwa tanggung jawab pers terhadap masayarakat sangat kurang (Ardianto, 2005: 151).  Dalam teori tanggung jawab sosial ini pula, prinsip kebebasan pers masih dipertahankan, tapi harus disertai kewajiban untuk bertanggung jawab kepada masyarakat dalam melaksanakan tugas pokoknya, misalnya dalam menyiarkan berita harus bersifat objektif, atau tidak menyiarkan berita yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat. Hal ini yang dilakukan oleh Tim Spotlight dalam mengungkap kebenaran kasus pelecehan seksual ke publik karena mereka merasa inilah tanggung jawab mereka sebagai jurnalistik.

Berbeda apa yang terjadi di Indonesia, dalam pemberitaan media massa sering malah membuat bingung publik. Contohnya ketika hasil Quick Qount Pilpres 2014 masing media massa memiliki hasilnya masing-masing yang bertolak belakang yang membuat masyarakat menjadi bingung sendiri. Sedangkan seharusnya dalam kode etik jurnalistik wartawan indonesia Pasal 3 menyebutkan, wartawan Indonesia tidak menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang menyesatkan, memutarbalikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, sadis dan sensasi berlebihan. Sehingga menurut saya di Indonesia sampai detik sekarang belum ada satu mediapun yang pure mencari kebenaran, kebanyakan mempunyai kepentingan politik didalamnya.

Dalam film ini, dengan berani Tim Investigasi Spotlight mengungkap keterlibatan penguasa kota yaitu seorang pastor, biarawati, dan uskup dalam pelecehan seksual. Kalo kita tarik di zaman sekarang bahwa kasus tersebut sebenarnya sudah kadaluwarsa yaitu sudah terjadi kurang lebih delapan tahun kebelakang. Namun, berawal dari kasus pastor Geoghan maka bermunculan fakta yang terjadi sampai mengupas habis permasalahan dengan mendapat satu fakta bahwa di Boston terdapat 87 Pastor yang terlibat dalam pelecehan seksual. Kasus ini diselesaikan bertahun-tahun sampai mendapat satu kesimpulan bahwa gereja harus mengakui kesalahannya.

Dalam mengupas habis permasalahan yang terjadi juga bisa dilihat dari wartawan yang bernama Mike Rezendes mengejar sang pengacara nyentrik dengan segala upaya. Dimulai dengan penolakan hingga akhirnya berhasil mendapatkan berita dan bahkan sumber informasi si pengacara. Melihat Mike saya menyadari bahwa harus seperti itulah seorang jurnalis dalam mencari informasi untuk kebenaran publik. Kemudian juga kerja keras wartawan perempuan yang bernama Sacha Pfeiffer yang mencari informasi dalam berbagai bentuk, termasuk mendatangi satu demi satu keluarga yang menjadi korban. Tentunya, di daerah di mana mayoritas beragama Katholik, hal ini tidak mudah banyak penolakan yang terjadi.

Dalam hal ini jurnalistik merupakan salah satu bentuk sarana perubahan dan kemajuan bagi masyarakat dan negara. Dikarenakan pers berfungsi meyebarluaskan informasi, melakukan kontrol sosial yang konstruktif, meny alurkan aspirasi raky at. dan meluaskan komunikasi sosial dan partisipasi masyarakat (Assegaf, 1984: 46).

Lantas, yang menjadi pertanyaan apakah jurnalistik seperti ini ada di dunia nyata? Maka jawabannya ada yaitu Koran Harian The Boston Globe itu sendiri karena ini film beranjak dari kisah nyata. Namun, kalau kita bandingkan di Indonesia, hal yang seperti itu tidak akan pernah kita dapatkan. Rata-rata media massa di Indonesia hanya memberitakan untuk kepentingannya mereka yang bernuansa politik dan ekonomi. Terlihat dari semua media massa yang ada baik itu media cetak maupun media elektronik dikendalikan oleh satu orang untuk tujuan kepentingan yang diinginkannya. Efeknya berita yang diberitakan di Indonesia kebanyakan tidak bermutu, dan lebih parahnya lagi bisa dikatakan mengada-ngada. Inilah yang menjadi PR bagi Jurnalistik di Indonesia untuk lebih mengedepankan kebenaran publik daripada kepentingan golongan saja.


  • Mencari Informasi Secara Mendalam

Dalam film ini saya terbuat terkagum-kagum oleh Tim Spotlight benar-benar sepenuh hati dan semangat tinggi dalam mencari informasi secara mendalam. Kita lihat kasus ini dimulai dari satu kasus yang dilakukan oleh Pastor Geoghan yaitu pelecehan seksual kepada anak-anak yang korbannya sampai 80 anak. Dari kasus satu ini, tim spotlight mencari dan menemukan bukti-bukti yang baru mulai dari pengakuan korban yaitu Phil Saviano yang menyebutkan terdapat 13 pastor yang terlibat dalam kasus seperti itu. Dan kemudian ditambah bukti baru dari narasumber Richard yang menyebutkan bahwa 90 pastor yang terlibat. Pada akhirnya tim spotlight mencari data sendiri dan mengetahui pasti jumlahnya yang terlibat yaitu ada 87 pastor. Dari pengungkapan satu kasus menjadi 87 kasus bukan sembarang yang mudah harus perlu kehati-hatian dalam mencari informasinya.

Sampai mengetahui juga apa yang mungkin masyarakat dianggap itu tidak mungkin tahu yaitu bahwa anak-anak yang hidup dan berkembang di lingkungan keluarga miskin atau keluarga yang bermasalah, misal tidak harmonis atau orangtua bercerai, lebih condong menjadikan lingkungan agama sebagai pelarian. Apabila konteksnya di film ini adalah gereja Katholik, ketika anak-anak itu dekat dengan pendeta, mereka merasa mendapatkan pertolongan Tuhan. Sebagian orang memanfaatkan itu untuk memenuhi hasrat seksual. Akibatnya, sekeji apa pun kejahatannya, karena berkedok agama, tidak ada yang berani mengungkapkannya, bertahun-tahun. Kejahatan seksual terhadap anak-anak itu bahkan disebut tidak hanya kejahatan fisik namun juga kejahatan spritual karena berani merampok keimanannya.

Hal seperti itulah yang sebenarnya harus dilakukan seorang jurnalistik harus totalitas dalam mengungkap permasalahan yang ada, bukan memberitakan yang masih prematur alias belum jadi. Sehingga dalam mengungkap dan akhirnya mampu memberitakannya butuh waktu yang cukup lama dan tenaga yang ekstra.


  • Media Massa Harus Merdeka dan Independen

Dalam Film Spotlight ini menjelaskan bahwa seorang jurnalistik dan media massa harus merdeka dan independen tidak terpengaruh oleh kepentingan apapun dan pihak manapun. Kita dipertontonkan ketika Robby (Tim Spotlight), dapat hasutan dari temannya untuk damai terhadap gereja. Namun Robby tetap teguh pendirian sehingga tidak mudah terhasut, menurutnya permasalahan ini yang seharusnya publik tahu.

Kalau kita bandingkan di Indonesia, sebenarnya sudah ada aturan kode etik wartawan Indoensia seperti yang sebutkan dalam pasal 4 yaitu seorang wartawan Indonesia tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang atau sesuatu pihak. Disini jelas bahwa secara hukum atau aturan media massa harus merdeka dan independen tetapi dalam kenyataannya media massa di Indonesia belum mampu bertindak yang demikian terbukti dengan apa yang diberitakan antara media massa yang satu dengan yang lainnya saling bertentangan dan hanya untuk memperoleh kepentingan semata.


  • Menghalau Rintangan Media

Dalam mencari informasi demi informasi dalam Film Spotlight, Tim Spotlight ini mendapat rintangan yang sulit mulai dari mencari dokumen, mewawancarai para korban, mewawancarai para pendeta, dan pengacara. Namun, akhirnya dengan rintangan yang ada malah membuat Tim Spotlight semakin bersemangat dalam mengungkap kebenaran yang ada.


  • Hasil Berita Harus Mampu Mengubah dan Mengungkap Kebenaran yang Sebenarnya

Dalam Tim Spotlight ini, hasil dari informasi yang ada di buat berita yang mampu mengubah dan mengungkap kebenaran yang ada. Meskipun itu, harus melawan institusi paling kuat di Boston yaitu Gereja. Mereka tidak takut untuk melakukan investigasi ini, karena mereka meyakini bahwa kasus ini adalah sebuah sistem yang sudah tersistematis dengan baik sehingga berita yang nanti ada akan mampu mengungkap kebohongan yang telah terjadi bertahun-tahunj lamanya.







DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:
Ardianto, Elvinaro dan Lukiata Karyanti S. 2005. Komunikasi Massa. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Sumber Lain:
Undang-Undang Pokok Pers No. 11 Tahun 1982
Kode Etik Jurnalistik Indonesia
Djafar. H. Assegaf, 2006, “Jurnalistik Massa Kini”, http://niceceu.blogsome.com/2006/09/30/majalah-dan-surat-kabar-sebagaimedia-pembelajaran.23/03/2013.20.05, diakses pada tanggal 16 Oktober 2016.

2 Responses to "ANALISIS FILM SPOTLIGHT (2015) - Sosiologi Komunikasi"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel