Kebuntuan Teori Kritis Generasi Pertama


Teori kritis adalah aliran pemikiran yang menekankan pemeriksaan dan kritik dari masyarakat dan budaya, menggambar dari pengetahuan di seluruh ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Menurut Max Horkheimer, teori kritis merupakan teori sangat penting karena "masa depan kemanusiaan tergantung pada adanya sikap kritis dewasa ini" (Hardiman, 2009: 37).

Aliran Frankfurt atau sering dikenal sebagai Mazhab Frankfurt merupakan sekelompok pemikir kritis sosial yang muncul dari lingkungan Institut für Sozialforschung, Universitas Frankfurt pada tahun 1923 di Frankfurt, Jerman. Teori Kritis Mazhab Frankfurt merupakan salah suatu perspektif teoritis yang bersumber pada berbagai pemikiran yang berbeda seperti pemikiran kritisme Kant, Dialektika Hegel, Kritik Ekonomi Politik Marx, dan Kritik Ideologi Menurut Freud. Pemikiran-pemikiran berbeda tersebut disatukan oleh sebuah orientasi atau semangat teoretis yang sama, yakni semangat untuk melakukan emansipasi.

Pelopor institut tersebut adalah Felix J. Weill, seorang ilmuan politik, yang berkehendak untuk mengumpulkan cendikiawan kiri Jerman guna untuk menyegarkan kembali ajara Karl Marx dengan kebutuhan saat ini. Sedangakan para pendiri lainnya adalah Friedrich Polock (Ahli Ekonomi), Max Horkheimer (Filsuf), Theodore W. Adorno (Musikus, Ahli Sastra, Psikolog, Filsuf), Herbert Marcuse (Fenomenolog, Ahli Marxisme), Erich Fromm (Psikolog Analisa Freud), Leo Lowenthal (Sosiolog), Walter Benjamin (Kritikus Sastra), Franz Neumann (Ahli Hukum), dan Jurgen Habermas (Filsuf).

Hingga kini sekurangnya, Frankfurt School telah mencakup 3 (tiga) generasi pemikiran. Yang pertama, dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Theodor Adorno, Max Horkheimer, dan Herbert Marcuse. Kematian Adorno dan Horkheimer dinilai banyak kalangan ilmuwan sebagai salah satu faktor yang telah mengakhiri era Frankfurt School, sekaligus merupakan akhir dari pemikiran teori-teori kritis sebagai suatu bentuk pemikiran Marxisme. Selanjutnya, generasi kedua, yaitu mencuatkan nama Jurgen Habermas. Dan terakhir, generasi ketiga merujuk pada tokoh Axel Honeth.

Pada tulisan ini, hanya akan menjelaskan Generasi Pertama Mazhab Frankfurt yaitu berkenaan mengenai kebuntuan Teori Kritis Generasi Pertama. Pada generasi pertama, kembali lagi bagaimana suatu teori yang mendasarkan diri pada warisan Marxisme gagal mendorong praxis/praksis[ Praxis atau dalam Bahasa Indonesia disebut praksis adalah dari bahasa Yunani (perbuatan, kegiatan, tindakan, aksi, praktek). Beberapa pengertian lain biasanya mengacu pada perilaku manusia yang praktis. Marx menggunakan praksis untuk menunjukan pada sintesis teori dan praktek perubahan pada masyarakat modern yang tertindas.

Dari pengantar diatas kita mengetahui bahwasanya pada pemikiran teori kritis generasi pertama tokohnya adalah Adorno, Horkheimer, dan Marcuse. Generasi pertama sangat dipengaruhi banyak oleh pemikirannya Marx. Namun, terdapat perbedaan pemikiran Marx dan pemikiran mereka mengenai sistem kapitalisme. Pemikiran Mark menjelaskan sejarah dominasi berdasarkan hubungan prouduksi, atau hubungan antara pemilik modal (burjois) dan kaum buruh (proletar). Sedangkan mereka tidak lagi hanya melihat berdasarkan pola-pola produksi melainkan meninjau sampai pada dorongan-dorongan psikologi manusia. Sehingga, menurut mereka jiwa manusia memang sudah punya kecenderungan untuk menindas manusia lain. Sehingga mereka memperjuangkan agar manusia untuk bisa bebas dari ketertindasan.


A. Max Horkheimer dan Theodore W. Adorno

Adorno dan Horkheimer mengatakan bahwa rasio adalah sebagai alat penguasaan manusia atas manusia yang lain. Pada zaman mitos manusia memang masih bersatu dengan alam. Namun, pada zaman Aufklarung (pencerahan), manusia mulai melihat alam sebagai sesuatu yang asing, sesuatu yang di luar dari dirinya. Oleh karena itu, Alam ini harus diselidiki, dimiliki, dikuasai, dimanipulasi, diekspoloitasi, dan akhirnya menjadi bagian yang bukan dari manusia. Berkat rasio itu, manusia kemudiannya dapat menguasai alam ini. Pada akhirnya berkat rasio itu, manusia tampil sebagai pemenang sehingga manusia menganggap dirinya hebat. Kemudian, dalam proses manusia menjadi diri penguasa atas alam, maka ilmu berkembang menjadi positif. Lalu, positivisme mendapat tempat, di mana hanya ilmu yang berasaskan empirisme dan dapat diamati saja boleh diterima. Sehingga, alam menjadi sebagai pengobjekan. Lebih parahnya lagi tidak hanya alam yang menjadi pengobjekan tetapi juga pada manusia.

Akhirnya, manusia dengan pemikiran positivistiknya menampilkan alam serta manusia sekaligus sebagai objek. Contohnya dimasyarakat moden dewasa ini, banyak reifikasi dalam hubungan manusia, seperti sebuah hubungan kebendaan yaitu birokrasi dan kategorisasi. Memang, semua ini berjalan baik dan teratur. Namun, hakikatnya ini buruk, karena tidak membahagiakan manusia. Hanya membuat manusia menjadi terasing.

Pemikiran positivisme itu ternyata bertolak ke belakang dari kemanusian. Sehingga, harapan emansipasi dan pembebasan sangat susah. Mereka hanya berfungsi melaksanakan tujuan itu, tanpa mempersoalkan apakah tujuan itu baik atau tidak. Maka disini perlunya teori kritis yang menjadi satu-satunya pendekatan agar membuat manusia terbebas dari ketertindasan (emansipasi).


B. Herbert Marcuse

Marcuse mulai mencanangkan “One Dimensional Man”, manusia satu dimensi. Manusia merupakan kelangsungan dari sistem ekologi sebagai penguasa total. Di sini, manusia hanya bertujuan untuk melakukan perlawanan. Marcuse masuk ke dalam gagasan perlawan ini. Sekiranya Adorno dan Horkheimer berpangku pada analisa tentang rasio, maka Marcuse menekankannya lagi dalam analisanya tentang teknologi.

Marcuse menjelaskan sistem kapitalis modern yaitu mereka punya suatu cara, yaitu menggunakan iklan. Iklan itu bukanlah semata untuk memperkenalkan barang baru buat manusia. Itu bukan tujuan tunggal iklan. Melainkan untuk menciptakan keperluan-keperluan baru. Sehingga, dengan pengaruh iklan ini, kita dipaksa untuk menuruti agar tidak dilihat berbeda dengan lingkungan. Jadi, akhirnya, manusia akan tetap berlangganan dan berbelanja selalu, setiap kali ada iklan yang baru.

Dari penjelasan dua point diatas, bahwa pengaruh rasio-instrumental sangat kuat. Maka dari itu Marcuse, seperti sebelumnya pada Adorno dan Horkheimer, masing-masing dari mereka merasa berada di jalan buntu. Mereka semakin merasa bahwasanya masyarakat sudah begitu terasing secara total sehingga rasio baru tidak dapat dipakai lagi.

Aliran Mazhab Frankfurt Generasi Pertama, terkhusus Marcuse, dirinya turut dikenal sebagai Nabi Gerakan Mahasiswa. Pada 1960an, juga berlanjut pada 1970-an, gerakan New Left ini mula melancarkan hasrat revolusi untuk menghapuskan kebobrokan masyarakat ini. Namun, buat Marcuse serta Adorno dan Horkheimer, semuanya menolak luncuran sebuah revolusi. Sebab, revolusi akhirnya akan menghasilkan rasio-instrumental yang sama. Tidak ada apa yang berubah. Buktinya, Revolusi Russia, berapa banyak yang nyawa yang menjadi korban.

Setelahnya, para tokoh perintis Mazhab Frankfurt ini disisihkan oleh pengikutnya sendiri terkhusus oleh mahasiswanya sendiri. Lalu, gerakan New Left, mulai melancarkan kekerasan dengan menjarah kekayaan borjuis. Kalau membaca cerita Adorno dan Horkheimer, bagaimana dirinya begitu sedih dihina oleh mahasiswanya sendiri. Pernah, Adorno dicegat oleh mahasiswa sampai jaketnya ditarik, dan dicaci-caci. Namun, meskipun terdapat bantahan keras, tetap Mazhab Frankfurt menolak revolusi, sebagai jalan keluar.

Generasi Pertama Mazhab Frankfurt yang tokohnya yaitu Adorno, Horkheimer, dan Marcuse belum mampu mewujudkan impiannya yaitu membebaskan manusia dari penindasan. Generasi Pertama pesimis akan impian tersebut karena amat kuatnya pengaruh rasio-instrumental. Maka dari itu masing-masing dari mereka merasa berada di jalan buntu. Mereka merasa bahwasanya masyarakat sudah begitu terasing secara total sehingga rasio baru tidak dapat dipakai lagi.



DAFTAR PUSTAKA
Sumber Teks
Hardiman, Budi. 2009. Kritik Ideologi: Menyingkapi Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan Bersama Jurgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius.
Marcuse,Herbert. 2000. Manusia Satu Dimensi. Yogyakarta: Bentang.
Riszer, George. 2012. Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Smapai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pelajar Pustaka.
Turner, Bryan S. 2000. Teori-Teori Sosiologi: Modernitas-Posmodernitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sumber Lain
Anonymous, “Penfertian Arti Praksis”. http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-arti-praksis/, diakses pada tanggal 28 November 2016.

0 Response to "Kebuntuan Teori Kritis Generasi Pertama"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel