ANALISIS FILM KHALIFAH (2011) - Kajian Sosiologi Islam
Poster Film Khalifah (2011) |
A. DESKRIPSI
Film Khalifah adalah film bergenre remaja dengan tema Religi. Film ini di sutradarai oleh Nurman Hakim. Beliau relatif baru di blantika film nasional. Debutnya dimulai tahun 2008 dengan film 3 Doa 3 Cinta yang mempertemukan pasangan Nicholas Saputra dan Dian Sastrowardoyo dalam formula yang lebih serius. Maksudnya mereka bermain dalam kisah drama berlatar agama. Kini, Nurman kembali dengan film yang mengandalkan formula serupa yang bertajuk Khalifah. Bedanya, kali ini dia lebih percaya diri untuk menggunakan aktor yang lebih dewasa. Film ini diluncurkan mulai pada 6 Januari 2011 di seluruh bioskop-bioskop Indonesia.
Film ini menurut Nurman menggunakan pendekatan feminisme sehingga diharapkan dapat mengubah pandangan masyarakat terhadap perempuan-perempuan muslimah yang menggunakan cadar. Selama ini mungkin sering terjadi diskriminasi terhadap perempuan yang menggunakan cadar. Mereka sering dianggap sebagai umat islam yang menganut faham “garis keras” atau lebih parah mereka menyebutnya “teroris”. Dan mereka perempuan yang bercadar sering mendapat banyak tantangan dari kelompok-kelompok lain dimanapun mereka berada. Di Indonesia sendiri yang notabene sebagian besar penduduknya beragama islam tetapi praktek seperti itu masih sering dilakukan. Melalui film ini diharapkan untuk kedepannya mudah-mudahan masyarakat memiliki pandangan yang “seimbang” dan meliha” dengan “lebih jernih” terhadap agama islam khususnya kepada perempuan yang menggunakan cadar.
Produser : Nurman Hakim
Sutradara : Nan T. Achnas, Nurman Haki, dan Sentot Sahid
Penulis Naskah : Nurman Hakim dan Nan T. Achnas
Rilis : 6 Januari 2011
Genre : Drama
PH / Perusahaan : Triximages & Frame Ritz Pictures
Pemain Film
1. Marsha Timothy sebagai Khalifah 5. Titi Sjuman
2. Ben Joshua sebagai Yoga 6. Yoga Pratama
3. Indra Herlambang sebagai Rasyid 7. Dion Wiyoko
4. Jajang C. Noer
B. SINOPSIS FILM
Khalifah yang diperankan oleh Marsha Timothy adalah seorang gadis yang bekerja di sebuah salon kecantikan. Tempat salon ini diperuntukan bagi laki-laki maupun perempuan. Meskipun yang punya salon ini adalah seorang Tionghoa dan beragama Konghucu, namun para pekerja disana tetap merasa nyaman termasuk Khalifah. Khalifah sebenarnya dia sudah diterima di UI, namun karena keterbatasan ekonomi ditambah ibunya telah meninggal akhirnya dengan berat hati kesempatan emas itu ia tinggalkan.
Scene menarik, ketika Khalifah hendak pulang dari tempat kerjanya, dimana karena penampilannya yang cukup menggoda (pakaian serba ketat). Di sepanjang jalan banyak yang menggoda Khalifah. Khalifah hendak ada yang melamar yaitu keponakannya Bapak Husen. Beliau bernama Rasyid. Rasyid adalah seorang yatim piatu yang bekerja sebagai pedagang produk-produk Arab. Khalifah diberi kebebasan oleh ayahnya untuk menerima atau menolak lamaran tersebut. Khalifah akhirnya menerima lamaran dari Rasyid meskipun ia menyadari bahwa pernikahan ini tidak didasari dengan cinta tetapi dia meyakini bahwa lamban laun seiring dengan berjalannya waktu rasa cinta akan terus tumbuh kepada Rasyid.
Scene selanjutnya, dengan kehidupan rumah tangga Rasyid dan Khalifah. Dimana Rasyid adalah sosok laki yang soleh dimana setiap malam dia sering melakukan solat malam. Oleh karena itu, Rasyid menyarankan agar Khalifah menggunakan Kerudung dan Kahlifah pun menyetujuinya.
Scene selanjutnya, yaitu ketika ada seorang penghuni kontrakan baru yang berada di depan rumahnya. Beliau adalah Yoga, seorang pemuda sering kali mengamati Khalifah, ia memendam rasa kepada Khalifah. Bahkan Yoga lah yang menjahitkan baju gamis dan cadar yang dikenakan oleh Khalifah. Meskipun Khalifah sering berpapasan dengan Yoga, namun ia tetap menjaga kehormatan dirinya walaupun suami tidak ada disana.
Khalifah akhirnya hamil dan membuat suaminya sangat gembira akan kabar tersebut. Namun, beberapa bulan kehamilannya sesuatu yang menyedihkan datang yaitu Khalifah keguruan, hal ini membuat Rasiyid terpukul. Menurut Rasyid ini adalah sebuah peringatan dari Allah SWT karena Khalifah telah mengubar auratnya, seharusnya seorang perempuan yaitu menutup keseluruhan aurat di tubuh termasuk wajahnya. Peristiwa ini membuat Rasyid meminta Khalifah menggunakan gamis dan cadar.
Ketika awal-awal menggunakan pakaian tersebut hendak bekerja ke salon, semua orang terkaget-kaget termasuk pemilik salonnya yang tidak menyangka bahwa itu adalah Khalifah. Pemilik salon tersebut membujuk untuk Khalifah jangan memakai cadar karena merasa bahwa dengan memakai cadar tersebut membuat para pelanggan pada ketakutan. Namun, Khalifah tetap akan menggunakan cadar, lama-kelamaan akhirnya pemilik salon menanyakan Khalifah lagi untuk kesediaanya bekerja lagi di salonnya. Sekarang salonnya setiap Kamis dan Jumat, khusus untuk perempuan. Hal ini memudahkan Khalifah dalam bekerja.
Selama penggunakan gamis dan cadar, selama itulah Khalifah merasa ada perlakuan yang berbeda dari orang-orang lain. Khalifah merasa didiskriminasi, orang-orang merasa pada takut menganggap dia adalah islam radikal dan islam garis keras. Namun dengan penampilannya itu juga, para lelaki penggoada yang biasanya menggoda Khalifah menjadi tidak berani merayu lagi.
Scene berlanjut, Ketika ada pelanggan yang ingin krimbat. Dia adalah seorang perempuan yang berpenamilan sama dengan Khalifah. Ketika sambil krimbar khalifah bertanya kepada perempuan ini yang bernama Fatimah. Kahlifah menanyakan kapan Fatmah menggunakan cadar, jawab Fatimah ketika dia setelah menikah. Hal ini membuat keteguhan hati Khalifah ketika sudah mendengar jawaban dari Fatimah. Setelah itu kabar kembali datang yaitu Khalifah telah hamil kembali dan membuat Rasyid gembira.
Scene yang membuat saya kasihan kepada Kahlifah yaitu ketika dia berada di halte. Dimana ada seorang ibu-ibu yang tiba-tiba mengatakan dia “teroris” sambil menarik kerudungnya. Menurut ibu ini dia yang telah membunuh. Ini adalah scene yang membuat saya sedih, kenapa orang yang memakai cadar sering dianggap menjadi seorang teroris/islam radikal.
Pada akhir-akhirnya cerita ada sesuatu yang membuat bingung yaitu kejadian di mulai ketika Rasyid adalah seorang teroris. Hal ini diketahui ketika Rasyid telah meninggal akibat bom bunuh diri. Hal ini membuat kehidupan Rasyid yang sesungguhnya terkuak, Khalifah dikhianati oleh Rasyid. Ditambah, ketika dia melihat jasad Rasyid ternyata ada perempuan lain yang telah memiliki anak yang juga. Dia menyatakan dia adalah istrinya.
Hal itu membuat Khalifah merasa dikhianati dan merasa menyesal dengan apa yang terjadi pada dirinya. Apa yang dia usahakan sebaik mungkin kepada sang suami dibalas dengan suatu pengkhiantan yang terjadi.
C. ANALISIS FILM
Dalam film Khalifah (2011), kalau tidak hati-hati dalam melihat film ini maka terdapat beberapa hal yang harus diwaspadai karena akan memunculkan bias persepsi masyarakat. Film yang dirilis tanggal 1 Januari 2011 ini berjudul Khalifah. Diambil dari nama tokoh perempuan dalam film. Suaminya digambarkan sebagai seorang muslim radikal. Yang mewajibkan istrinya untuk mengenakan jilbab dan cadar. Tokoh perempuan dalam film ini digambarkan selain menerima kekerasan dari suaminya, juga mendapat tekanan dari masyarakat karena dengan cadarnya ia dipandang sebagai bagian dari jaringan teroris. Oleh karena itu, terdapat point yang dapat diambil dalam film ini yaitu diantaranya:
- Stigmatisasi Jilbab dan Cadar
Jilbab berasal dari kata Jalaba yaitu pakaian yang menutup seluruh tubuh sejak dari kepala sampai mata kaki, atau menutupi sebagian besar tubuh dan dipakai diluar seperti halnya baju hujan (Haya Binti Murabok al Barik, 2001: 149). Jilbab dapat pula diartikan sebagai pakaian yang lapang dan dapat menutup aurat wanita, kecuali muka dan kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan saja yang ditampakkan (Mulhandy, 1986: 5). Sedangkan cadar adalah yaitu kain penutup wajah wanita.
Muslimah bercadar identik dengan cara berpakaian mereka yang cenderung berbeda dengan masyarakat pada umumnya, perbedaan dalam hal berpakaian menjadi identitas bagi muslimah bercadar. Cara berpakaian yang longgar dan lebar, cenderung berwarna gelap dan disertai dengan pemakaian cadar merupakan identitas yang dipilih muslimah dalam masyarakat. Menggunakan cadar telah menjadi suatu tantangan tersendiri bagi setiap muslimah yang mengenakan cadar.
Namun umumnya masyarakat memberi stigma negatif terhadap muslimah bercadar sebagai bagian dari teroris, pengikut golongan keras, kelompok ekslusif dan lain sebagainya. Stigma masyarakat tersebut merupakan tantangan atau resiko sosial yang harus diterima oleh muslimah bercadar. Umumnya para masyarakat terutama para tetangga tampaknya belum sepenuhnya menerima kehadiran muslimah bercadar di tengah lingkungannya, hal tersebut tidak lepas dari stigma negatif yang telah melekat pada muslimah bercadar.
Stigma negatif masyarakat terhadap muslimah bercadar memang tidak bisa dihindarkan, walaupun mayoritas masyarakat berstigma negatif namun ada juga masyarakat yang berstigma positif. Dampak dari adanya stigma negatif terhadap muslimah bercadar membuat mereka kesulitan dalam berhubungan dengan lingkungan disekitarnya. Dalam film ini juga demikian, dimana Khalifah mendapat perlakuan yang buruk akibat stigma negatif dari masyarakat. Khalifah dianggap sebagai bagian dari teroris, pengikut golongan keras, kelompok ekslusif dan lain sebagainya.
- Penggunaan nama “Khalifah”
Sudah disinggung diatas, bahwa film Khalifah ini menggunakan pendekatan feminisme. Feminisme yang memiliki artian dari femina tersebut, memiliki arti sifat keperempuan, sehingga feminisme diawali oleh presepsi tentang ketimpangan posisi perempuan dibanding laki-laki di masyarakat. Akibat presepsi ini, timbul berbagai upaya untuk mengkaji penyebab ketimpangan tersebut untuk mengeliminasi dan menemukan formula penyetaraan hak perempuan dan laki-laki dalam segala bidang, sesuai dengan potensi mereka sebagai manusia (human being) (Aida, 1997: 19). Dalam film ini menggunakan judul nama “Khalifah”, yang ditunjukan justru kepada seorang perempuan bukan kepada laki-laki. Dalam bahasa arab sendiri “Khalifah”, artinya adalah “Pemimpin”. Sehingga sang sutradara ingin mencoba adanaya penyetaraan antara hak laki-laki dan perempuan.
Sang sutradara juga mengakui bahwa, ia pernah ke Timur Tengah serta menemukan bahwa di Timur Tengah seorang perempuan tidak boleh memiliki nama khalifah. Bahkan seorang TKW asal Indonesia yang bernama khalifah terpaksa harus mengganti namanya. Pemilihan nama khalifah dalam film ini adalah menjadi bagian dari opini feminisme tentang kesetaraan hak pria-wanita, termasuk dalam hal nama. Sehingga, bukan hal salah ketika perempuan menggunakan nama “Khalifah”.
- Khalifah adalah Pemimpin
Dalam film ini ada upaya menyesatkan kata “khalifah” yang selama ini kita pahami dalam ilmu agama Islam adalah sebagai kepemimpinan kaum muslimin, dan laki-laki adalah yang menjadi salah satu syaratnya. Didalam film ini, khususnya bagi kaum muslimin yang awan ketika melihat film ini, ternyata berbanding terbalik dengan persepesi yang ada. Gambaran tentang kepemimpinan kaum muslimin, dalam film ini akan lebih familiar dengan sosok “khalifah” yang diperankan oleh Marsha Timothy. Meskipun dalam film dia menampilkan sosok seorang muslimah “baik-baik” yang mengenakan jilbab dan cadar, dalam kehidupan aslinya jauh dari representasi seorang perempuan Islam sama sekali. Sehingga jilbab dan cadar yang ditampilkan dalam film, lebih terlihat untuk sekedar mengolok-olok Islam.
- Islam Moderat
Konsep “Islam moderat”, pada dasarnya hanyalah sebatas tawaran yang semata-mata ingin membantu masyarakat pada umumnya dalam memahami Islam. Bersikap moderat dalam ber-Islam bukanlah suatu hal yang menyimpang dalam ajaran Islam, karena hal ini dapat ditemukan rujukannya, baik dalam alQur’an, al-Hadits, maupun perilaku manusia dalam sejarah. Mengembangkan pemahaman “Islam moderat” apalagi dalam konteks Indonesia dapat lah dianggap begitu penting. Bukankah diketahui bahwa di wilayah ini terdapat bayak paham dalam Islam, beragam agama, dan multi-etnis. Konsep “Islam moderat mengajak, bagaimana Islam dipahami secara kontekstual, memahami bahwa perbedaan dan keragaman adalah sunnatullah, tidak dapat ditolak keberadaannya. Jika hal ini diamalkan, dapat diyakini Islam akan menjadi agama rahmatan lil alamin.
Hal ini juga yang digambarkan dalam film ini yaitu bagaimana islam hadir ditengah-tengah masyarakat sebagai ajaran yang ramah, damai, Islam yang nyaman, Islam yang tidak menyiksa perempuan, Islam yang memberi kebebasan untuk mengenakan jilbab atau melepasnya, adalah Islam yang diinginkan oleh pembuat pesan. Dan dalam film ini juga penonton digiring bahwa Khalifah bukan seorang muslimah yang radikal.
Dalam analisis film Khalifah (2011), saya tutup dengan kutipan dari Ahmad Syafi’I Ma’arif yang menyatakan bahwa “Dari awal diakui bahwa fenomena keragaman agama dan budaya di kalangan umat manusia dari zaman dahulu kala sampai hari ini adalah fakta yang tidak mungkin diingkari. Mengingkari fakta ini sama saja dengan sikap tidak mengakui adanya cahaya matahari di kala siang bolong” (Ma’arif, 2009: 166).
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Fitalaya, Aida. Editor: Dadang S. Anshori dkk. 1997. Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan. Bandung: Pustaka Hidayah
Haya Binti Murabok Al Barik. 2001. Ensiklopedi Wanita Muslimah. Jakarta: Darul Falah.
Mulhandy Ibn. Haj, dkk. 1986. Enam Puluh Satu Tanya Jawab Tentang Jilbab. Bandung: Espe Press.
Ma’arif, Ahmad Syafi’i. 2009. Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan; Sebuah Refleksi Sejarah. Bandung: Mizan.
Sumber Lain
https://id.wikipedia.org/wiki/Khalifah_(film), diakses pada tanggal 02 Januari 2016 pukul 22.13 WIB.
Musa, Lathifah, “Stigmatisasi dan Penyesatan dalam Film ‘KHALIFAH’” https://mediaislamnet.com/2011/01/stigmatisasi-dan-penyesatan-dalam-film-khalifah/, diakses pada tanggal 02 Januari 2016 pukul 22.13 WIB.
0 Response to "ANALISIS FILM KHALIFAH (2011) - Kajian Sosiologi Islam"
Posting Komentar