ANALISIS FILM TANAH SURGA, KATANYA? - Kritik terhadap Dunia Pendidikan
A. DESKRIPSI
Judul film : Tanah Surga Katanya
Sutradara : Deddy Miswar dan Herwin Novianto
Produksi : Citra Sinema
Durasi : 90 menit
Tanggal Rilis : 15 Agustus 2012
Para Pemain
Osa Aji Santoso berperan sebagai Salman (Anak laki-laki dari Haris, Putra Hasyim), Fuad Idris berperan sebagai Hasyim (Kakek Salman, Ayah dari Haris), Ence Bagus berperan sebagai Haris (Ayah dari Salman), Astri Nurdin berperan sebagai Astuti (Guru didaerah tersebut), Tissa Biani Azzahra berperan sebagai Salina (Adik Salman, Puteri Haris), Norman Akyuwen berperan sebagai Gani (Kepala Dusun), dan Agus Ringgo.
B. SINOPSIS FILM
Film ini menceritakan seorang cucu yang bernama Salman berjuang bekerja mencari uang supaya kakeknya yang bernama Hasyim bisa sembuh dari penyakitnya letaknya di daerah perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia. Hidup di perbatasan masih didominasi oleh keterbelakangan dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Masyarakat perbatasan harus berjuang setengah mati untuk mempertahankan hidup mereka, termasuk keluarga Hasyim, namun kesetiaan dan loyalitasnya pada bangsa dan Negara membuat Hasyim bertahan tinggal. Karena kakeknya dulu adalah mantan sukarelawan Konfrontasi Indonesia Malaysia tahun 1965 yang sekarang hidup sendiri bersama anaknya yang bernama Haris dan kedua cucunya yang bernama Salman dan Salina. Ibunya Salman dan Salina meninggal dunia sedangkan ayahnya merantau ke negeri Malaysia.
Di film tersebut memperlihatkan sekolah didaerah perbatasan yang hanya memiliki satu ruangan dan dua kelas yaitu kelas 3 dan 4 , dan juga hanya dipegang oleh satu guru saja. Dilihat dari film tersebut pendidikan didaerah perbatasan masih banyak kekurangan yaitu infrastruktur, sumber daya guru yang ada, dan kurang aktifnya pejabat pemerintah dalam masalah pendidikan di daerah perbatasan. Ada satu hal yang menarik dalam film tersebut yaitu ketika gurunya menyuruh murid-muridnya untuk menggambar bendera merah putih ternyata banyak yang tidak tahu. Inilah potret bahwa pemerintah dalam hal pendidikan belum bisa sampai kedaerah-daerah terpencil atau perbatasan.
Adegan kembali ketika Haris ayahnya Salman pulang dari Malaysia untuk mengajak kakek dan anak-anaknya untuk merantau ke negeri Malaysia karena tinggal disana nanti anak-anaknya bisa mendapatkan pendidikan yang layak dan kakeknya bisa berobat ke rumah sakit. Haris mengatakan bahwa ketika masih tinggal di daerah perbatasan nantinya akan terus kelaparan dan kemiskinan karena pemerintah sudah tidak peduli dengan rakyatnya di perbatasan. Tetapi kakeknya yang berjiwa nasionalis dan patriotik tidak mau ikut untuk pindah dengan alasan bahwa dia tidak mengabdi untuk pemerintah melainkan mengabdi untuk bangsa ini, hal ini membuat cucunya yaitu Salman mengurungkan niatnya untuk pindah karena merasa kasihan meninggalkan kakeknya yang sedang sakit-sakitan.
Selanjutnya, dalam sebuah adegan merasa miris ketika dokter yang diutus pemerintah untuk menjadi dokter di dusun tersebut. Ketika dokter itu turun dari perahunya ada yang menawarkan jasa pembawa barang oleh seorang anak. Ketika diberi upahnya ternyata menggunakan uang Ringgit bukan Rupiah hal ini membuat dokter merasa terheran-heran. Uang rupiah tidak berlaku karena disebabkan perekonomian dan perdagangan lebih sering dilakukan di negara Malaysia dan banyak juga warga dusun yang sudah berpindah kewarganegaraan menjadi warga Malaysia.
Kakek Hasyim kondisi kesehatan dari hari-hari semakin memburuk sehingga Salman memanggil dokter yang baru datang, dokter tersebut di beri nama dokter intel. Menurut dokter intel bahwa kakeknya harus segera di bawa ke Rumah Sakit karena obat dan medis di dusun tidak cukup untuk memadai. Namun kakek Hasyim tidak mau karena jarak yang jauh ke Rumah Sakit yang membutuhkan ongkos yang besar ditambah juga mahal pembiayaannya. Hal ini membuat Salman ingin menolong Kakeknya agar dia bisa berobat ke Rumah Sakit sehingga dia memutuskan untuk mencari pekerjaan. Salman bekerja menjadi penjual barang-barang kerajinan daerahnya yang nantinya akan dijual di negeri Malaysia. Pada saat ini Salman baru pertama kali menginjakan kakinya di Malaysia yang sangat jauh berbeda kehidupannya dari dusunnya. Ketika Salman bekerja dia ditemani dengan anak-anak seusia. Disini terlihat bahwa banyak anak-anak yang tidak sekolah karena mereka menganggap bahwa sekolah itu adalah sebuah kebutuhan sehingga ketika kebutuhan itu tercapai maka mereka tidak akan melanjutkan sekolahnya.
Ketika ibu Astuti pergi ke kota dan dia meminta bantuan kepada dokter intel untuk menggantikannya sebagai guru. Dia baru pertama kali merasakan menjadi seorang guru ketika dalam proses belajar mengajar memperlihatkan bangunan sekolahnya yang sudah rapuh. Dan adegan yang memperlihatkan bahwa anak-anak di daerah perbatasan mengalami ketertinggalan yaitu ketika murid-murid diberi soal, dan hampir keseluruhan murid belum bisa mengerjakan dengan baik terlihat dari banyaknya yang nilai ujian dapat nilai nol. Ada adegan yang menarik juga ketika dokter intel menyuruh murid untuk menyanyi lagu kebangsaan Indonesia tapi mereka tidak tahu, sungguh ironi ketika rakyat tidak mampu mengenal bangsanya sendiri yang mereka tahu hanyalah lagu kolam susu.
Ketika pementasan untuk penyambutan para dinas pendidikan untuk bekunjung ke sekolahnya. Murid-murd menampilkan kemampuanya diantaranya Salman, ia membacakan sebuah puisinya yang bunyinya “Bukan lautan hanya kolam susu katanya/Tapi kata kakekku hanya orang kaya yang minum susu/Tiada badai tiada topan yang kau temui/ kain dan jala cukup menghidupimu/Tapi kata kakekku ikannya diambil negara asing/ ikan dan udang menghampiri dirimu..katanya/Tapi kata kakekku ssh..ada udang di balik batu/Orang bilang tanah kita tanah surga..katanya/Tapi kata dokter Intel yang punya surge hanya pejabat-pejabat…”. Sungguh puisi luar biasa yang bisa dibilang menggambarkan keadaan Indonesia saat ini. Ketika para dinas pendidikan mendengar puisi tersebut malah mebuat mereka tidak senang sehingga mengurungkan niatnya untuk memberi bantuan sekolah tersebut.
Adegan terkahir yang membuat penonton sedih yaitu ketika kakeknya yang semakin parah dan harus dibawa cepat-cepat ke rumah sakit dengan biaya hasil tabungannya Salman. Ketika mereka di dalam perjalanan menuju rumah sakit kakeknya sudah tidak bisa tertolong lagi.
C. IDENTIFIKIASI MASALAH PENDIDIKAN DALAM FILM
- Refresentasi kondisi di daerah perbatasan di Indonesia
Daerah-daerah perbatasan pada hakikatnya adalah daerah terdepan sebagai pintu gerbang untuk memasuki Indonesia dan negara tetangga. Dari situ terlihat hubungan antara dua negara tersebut sangat ketergantungan. Dalam film tersebut merefresentasikan kondisi di daerah perbatasan yang khususnya mengenai masalah pendidikan disana terjadi perbedaan yang kontras antara pendidikan di pusat dan daerah perbatasan. Kenyataan tersebut tentu saja sangat bertentangan dengan konstitusi karena sesuai dengan pasal 34 UUD 1945, setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Artinya, baik anak-anak di daerah perkotaan maupun anak-anak di daerah perbatasan mempunyai hak yang sama, yaitu sama-sama mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Tidak dapat dipungkiri bahwa selain memiliki hak, warga negara juga mempunyai kewajiban, salah satu diantaranya adalah kewajiban untuk membela kedaulatan negara. Namun, ketika pemerintah tidak dapat memenuhi hak-hak warga negara, warga negara tersebut juga cenderung untuk mengabaikan kewajibannya. Kita patut khawatir terjadi dampak buruk jika pendidikan di daerah perbatasan kurang diperhatikan, maka akan membuat pengikisan nasionalisme yang bukan tidak mungkin akan mengancam kedaulatan bangsa.
- Kondisi Pendidikan di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia
Ketimpangan yang sangat mencolok ketika melihat kondisi pendidikan daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia. Di Malaysia, sekolah dibangun dengan baik, serta dilengkapi dengan sarana dan prasarana. Sementara di daerah perbatasan Indonesia tidak ditemukan kondisi seperti itu. Sehingga tidak mengherankan jika banyak warga diperbatasan memilih sekolah di Sarawak ketimbang sekolah di negeri sendiri. Letak geografisnya sangat jauh dari ibu kota provinsi dan kabupaten, menjadi alasan mengapa pendidikan di sana kurang perhatian dan sentuhan. Alasan lain adalah belum ada akses jalan darat yang memadai, saluran komunikasi melalui telepon seluler maupun kabel tidak tersedia, dan belum terjangkau aliran listrik. Di beberapa perkampungan atau dusun di perbatasan Kalimantan Barat misalnya, anak-anak harus berjalan kaki 1-2 jam sejauh hingga lebih dari 6 km melintasi hutan dan menuruni bukit untuk mendapatkan pendidikan di sekolah setiap hari. Kondisi sulit yang dihadapi anak diperbatasan juga dialami oleh para guru, terutama para guru honorer yang kebanyakan honor komite. Para guru tersebut banyak yang harus mengajar 2-3 kelas sekaligus.
- Pemerataan pendidikan di Kalimantan belum terlaksana
Pemerintah kalimantan mewacanakan pemerataan pendidikan di Kalimantan akantetapi pemerataan pendidikan ini belum membuat semua lapisan masyarakat Kalimantan kususnya daerah perbatasan dan pedalaman belum menikmati pendidikan dengan selayaknya. Program pendidikan sekolah gratis di Kalimantan timur yang diumbar para wakil rakyat ketika akan dipilih hanya omong kosong belaka.
Sekolah negeri yang oleh pemerintah ditujukan untuk menampuang masyarakat miskin agar dapat menempuh pendidikan ternyata lebih banyak diisi oleh masyarakat kelas menegah atas untuk mempertahan statu mereka. Hal ini sejalan dengan pendapatnya Antonio Gramsci, yang mengatakan bahwa pendidikan sebagai pemberi legitimasi hegemoni kelas sosial tertentu. Sehingga membuat masyarakat miskin terpaksa menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta yang tentu saja memerlukan biaya pendidikan yang tidak sedikit dan berkualitas rendah. Kondisi ini membuat masyarakat di daerah perbatasan dan pedalaman Kalimantan tidak dapat menigkatkan kompetensi pendidikan nya karena tidak adanya pemeratan pendidikan yang seimbang.
- Tidak ada korelasi dengan adanya sumber daya alam yang banyak dengan kualitas pendidikan
Pulau Kalimantan memiliki sumber daya alam yang banyak tetapi ternyata tidak ada korelasinya terhadap pendidikan di Kalimantan sehingga membuat masyarakat kita hanya sebagai penonton di negeri sendiri melihat semua unsur birokrasi pemerintah hinga pengelolaan Sumber daya alam dikuasai oleh para pendatang dari negeri lain. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa orang-orang dari kelompok ekonomi rendah atau orang-orang di perbatasan dan pedalaman tidak diberi kesempatan untuk menempuh pendidikan disekolah yang layak mereka tidak berdaya untuk mengikuti perkembangan pendidikan dan teknologi yang dinamis karena tereleminasi oleh tidak adanya pemeratan pendidikan di Kalimantan. Mereka adik-adik kita di daerah perbatasan adalah tangung jawab kita bersama. Mereka adalah aset bangsa ini. Jika kualitas mereka baik maka kualitas bangsa ini pun akan membaik.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang Dasar 1945
Majalah e-DIKBUD No. 03 Tahun IV • Mei 2013
https://childcare35.wordpress.com/kondisi-dan-masalah-pendidikan-di-wilayah-perbatasan/, acesseed 13 April 2016.
http://www.kompasiana.com/harisuwondo/potret-pendidikan-di-daerah-perbatasan_553023946ea834ff348b45c5, acesseed 13 April 2016.
0 Response to "ANALISIS FILM TANAH SURGA, KATANYA? - Kritik terhadap Dunia Pendidikan"
Posting Komentar