Mengenang Gerakan Sosial Terbesar “Aksi Bela Islam 212 Sebagai Gerakan Sosial Baru”
Tidak bisa dipungkiri bahwa gerakan sosial yang terbesar dalam sejarah Negara Indonesia berdiri adalah gerakan sosial “Aksi Bela Islam 212”, meskipun tidak ada data yang valid mengenai banyak peserta dalam aksi tersebut. Aksi ini adalah hasil respon dari pidato kontrovesial dari Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahya Purnama alias Ahok di Kepulauan Seribu. Dalam pidato itu, ada sebuah perkataan sebagai berikut: “Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya. Karena dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho. Itu hak bapak ibu, ya. Jadi kalau bapak ibu perasaan enggak bisa pilih nih, saya takut masuk neraka dibodohin gitu ya, enggak apa-apa, karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja”. Kalimat “di bohongin pakai surat Al-Maidah lima satu macem-macem”, inilah yang menjadi polemik serta kontroversial karena dianggap melecehkan agama islam. Dimana isu mengenai agama di Indonesia adalah hal yang sensitif.
Tentunya banyak reaksi negatif karena merasa tersinggung dan sakit hati karena hal itu menyakiti hati umat islam yang senantiasa mengamalkan ajarannya. Hal ini membuat penyanggah dari sebuah terori besar yaitu teori hierarki kebutuhan Maslow, yang beranggapan bahwa kebutuhan-kebutuhan di tingkat rendah harus terpenuhi atau paling tidak cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di tingkat lebih tinggi menjadi hal yang memotivasi. Berikut ini adalah teori hierarki kebutuhan Maslow:
Dalam hierarki kebutuhan Maslow diatas, kenyataannya ternyata reaksi umat islam atas pernyataan Ahok menunujukan kebutuhan dasar baru. Kebutuhan dasar baru yang dimaksud adalah ”Kebutuhan seseorang dekat dengan Tuhan”. Hal ini juga yang menjadi latar belakang mendasar yang nantinya akan menjadi sebuah gerakan sosial baru berbasis agama yang terbesar dalam sejarah Indonesia.
Salah satu lembaga pemerintah yang legal yaitu Majelis Ulama Indonesia menyatakan sikap yaitu mengeluarkan sebuah fatwa tentang “Penistaan Agama” yang telah dilakukan Ahok. Hal ini menjadi sebuah legitimasi bahwa apa yang diperbuat Ahok adalah perbuatan yang menistakan agama. Dan inilah menjadi awal berdiri sebuah organisai dan gerakan yang bernama GNPF-MUI (Gerakan Nasional Fatwa MUI), yang diketuai oleh Ustadz Bahtiar Nasir, Lc yang mengawal fatwa ini agara Ahok dituntut oleh hukum yang ada. Dari gerakan inilah, bermuncul serangkaian aksi unjuk rasa yang diadakan di Indonesia, terutama di kota Jakarta.
Tidak bisa dipungkiri bahwa gerakan sosial yang terbesar dalam sejarah Negara Indonesia berdiri adalah gerakan sosial “Aksi Bela Islam 212”, meskipun tidak ada data yang valid mengenai banyak peserta dalam aksi tersebut. Aksi ini adalah hasil respon dari pidato kontrovesial dari Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahya Purnama alias Ahok di Kepulauan Seribu. Dalam pidato itu, ada sebuah perkataan sebagai berikut: “Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya. Karena dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho. Itu hak bapak ibu, ya. Jadi kalau bapak ibu perasaan enggak bisa pilih nih, saya takut masuk neraka dibodohin gitu ya, enggak apa-apa, karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja”. Kalimat “di bohongin pakai surat Al-Maidah lima satu macem-macem”, inilah yang menjadi polemik serta kontroversial karena dianggap melecehkan agama islam. Dimana isu mengenai agama di Indonesia adalah hal yang sensitif.
Tentunya banyak reaksi negatif karena merasa tersinggung dan sakit hati karena hal itu menyakiti hati umat islam yang senantiasa mengamalkan ajarannya. Hal ini membuat penyanggah dari sebuah terori besar yaitu teori hierarki kebutuhan Maslow, yang beranggapan bahwa kebutuhan-kebutuhan di tingkat rendah harus terpenuhi atau paling tidak cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di tingkat lebih tinggi menjadi hal yang memotivasi. Berikut ini adalah teori hierarki kebutuhan Maslow:
Dalam hierarki kebutuhan Maslow diatas, kenyataannya ternyata reaksi umat islam atas pernyataan Ahok menunujukan kebutuhan dasar baru. Kebutuhan dasar baru yang dimaksud adalah ”Kebutuhan seseorang dekat dengan Tuhan”. Hal ini juga yang menjadi latar belakang mendasar yang nantinya akan menjadi sebuah gerakan sosial baru berbasis agama yang terbesar dalam sejarah Indonesia.
Salah satu lembaga pemerintah yang legal yaitu Majelis Ulama Indonesia menyatakan sikap yaitu mengeluarkan sebuah fatwa tentang “Penistaan Agama” yang telah dilakukan Ahok. Hal ini menjadi sebuah legitimasi bahwa apa yang diperbuat Ahok adalah perbuatan yang menistakan agama. Dan inilah menjadi awal berdiri sebuah organisai dan gerakan yang bernama GNPF-MUI (Gerakan Nasional Fatwa MUI), yang diketuai oleh Ustadz Bahtiar Nasir, Lc yang mengawal fatwa ini agara Ahok dituntut oleh hukum yang ada. Dari gerakan inilah, bermuncul serangkaian aksi unjuk rasa yang diadakan di Indonesia, terutama di kota Jakarta.
Aksi pertama dilaksanakan pada 14 Oktober 2016 (Aksi 1410 atau Aksi Bela Islam Jilid I) dan aksi kedua, dilaksanakan pada 04 November 2016 (Aksi 411 atau Aksi Bela Islam Jilid II). Aksi selanjutnya adalah aksi yang dilaksanakan pada 02 Desember 2016 (Aksi 212 atau Aksi Bela Islam Jilid III) adalah aksi yang terbesar dalam serangkain aksi belas Islam, dimana aksi ini mengutamakan kegiatan ibadah bersama. Dalam aksi ini, Presiden Joko Widodo juga ikut menghadiri aksi tersebut. Aksi ini menjadi aksi dengan massa terbesar sejauh ini dalam sejarah Indonesia. Dimana massa yang mengikuti shalat Jumat yang berpusat di Monumen Nasional (Monas), meluber hingga ke Bundaran HI, Tugu Tani, dan Stasiun Juanda.
Aksi 212 bisa dikategorikan kedalam sebuah gerakan sosial baru yaitu “ Gerakan Sosial Bebasis Agama”. Karena aksi protesnya terhadap ketidakadilan hukum di Indonesia yang didasari sikap keagamaan penggeraknya. Dalam gerakan ini, terlihat jelas sikap sukerala dan ikhlas dalam perilaku para peserta aksi. Contohnya, pada aksi tersebut ada gerakan aksi Long March masyarakat Ciamis menuju tempat aksi yaitu Jakarta dengan berjalan kaki. Tentunya keikhlasan dan ketulusan yang tinggilah yang membuat mereka melakukan hal tersebut.
Dalam Gerakan Aksi 212 juga, supaya menempuh sebuah keberhasilan. Mereka para aktor penggerak melakukkan strategi advokasi dengan dengan cara aksi-aksi aktivitas spiritual dalam wujud dzikir, tausyiyah, dan puncaknya shalat Jum'at berjamaah. Aksi inilah aksi yang yang jarang dilakukan sehingga dengan aksi tidak ada indikasi menimbulkan sebuah konflik yang berujung pada kekacauan. Sehingga, ini salah satu membuatnya menjadi isu nasional serta ditambah dengan peserta aksi yang tergolong besar. Jadi, media-media, baik cetak/elektronik serta yang skala media besar sampai kecil, membahas kasus ini. Sehingga pada waktu itu, media sosial kita baik Facebook, Twitter, Instagram ramai membahasnya, membuat masyarakat semakin simpati dan ingin berperan aktif dalam gerakan tersebut.
Ditambah terdapat aktor-aktor penggerak yang punya massa dalam aksi tersebut yaitu mereka tokoh agama, ulama, habib, dan aktivis islam. Tokoh-tokohnya seperti Habib Rizieq Shihab, Ustadz Bahtiar Nasir, Lc, Ustadz Zaitun Rasmin, Aa Gym, Ustadz Arifin Ilham, Vokalis Opick, dan lain sebagainya. Mereka inilah ada salah satu yang ditokohkan yang mempunyai massa yang cukup banyak. Sehingga ketika tokohnya ikut terlibat maka masyarakat yang menokohkannya ikut serta dalam gerakan tersebut. Aksi ini juga, aksi nasional yang melintasi organisasi tertentu sehingga pada aksi ini meranagkul semua organisasi yang ingin ikut terlibat didalamnya.
Masalah yang dihadapi oleh para aktor gerakan 212 dalam mewujudkan tujuannya yaitu adanya respon kurang responsif dari Pemerintah serta penegak keamanan khususnya pihak kepolisian. Karena, mereka (kepolisian) menganggap bahwa aksi itu bukan murni gerakan aksi bela islam, tetapi ada satu keinginan untuk jangan memilih Ahok dalam pilkada DKI. Kita tahu bahwa isu ini memang alot karena benar-benar tidak pure membela Islam. Bahkan, pada waktu aksi 212, terdapat kedelapan tokoh nasional yang ditangkap yang diduga merencanakan “Makar”. Kedelapan tokoh nasional tersebut yaitu Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, Adityawarman Thaha, Kivlan Zein, Ahmad Dhani, Rachmawati Soekarnoputri, Rizal Kobar, dan Firza Huzein. Ditambah terdapat aksi- aksi tandingan yang dilakukan 04 Desember 2016. Aksi tandingan-tandingan ini mewacanakan “NKRI Harga Mati”, “Cinta Tolernasi”, yang dibingkai dalam “Parade Kebhinenekaan”. Hal ini membuat sebuah pesan tersirat dari ara aktor tandingan itu yang menganggap bahwa aksi 212 adalah sebuah aksi yang “Anti NKRI, “Anti Kebhinakan”, dan Anti Tolernasi.
Terobosan dan inovasi yang dibuat oleh para aktor gerakan aksi 212 ketika berhadapan dengan beragam masalah tersebut yaitu dengan cara terus mempertahankan bahwa wacana yang di buat adalah wacana tentang Aksi Bela Islam bukan masalah kasus Pilkada. Dan mewacanakan bawa ini adalah aksi yang perlu dicontoh dan di apresiasikan karena aksinya yang super damai dan tertib. Sehingga Aksi 212 ini, bisa membuat masyarakat internasional memberikan perhatian, karena mengakui dengan sebanyak itu pesertanya, dapat berjalan kondusif dan relatif aman. Sedangkan di beberapa negara, aksi dengan masa sebesar itu dan ditambah masalah penistaan agama, biasanya menimbulkan korban jiwa dan kekerasan.
REFERENSI
Feist, Jess. Gregory J. Feist. 2010. Teori Kepribadian : Theories of Personality. Jakarta: Salemba Humanika.
Ramadhan, Bilal. 2017. “Ini 7 Rangkaian Aksi Bela Islam Sebelum Ahok Divonis 2 Tahun Penjara”. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/05/10/opp5r4330-ini-7-rangkaian-aksi-bela-islam-sebelum-ahok-divonis-2-tahun-penjara-part1, diakses pada tanggal 29 Desember 2017.
Iqbal, Muhammad. 2016. “Kontroversi Ahok Soal Al Maidah Ayat 51”. https://news.detik.com/berita/d-3315674/kontroversi-ahok-soal-al-maidah-ayat-51, diakses pada tanggal 29 Desember 2017.
0 Response to "Mengenang Gerakan Sosial Terbesar “Aksi Bela Islam 212 Sebagai Gerakan Sosial Baru”"
Posting Komentar