Biografi Singkat Muhammad Al-Fatih 1453 H
Muhammad Al-Fatih
dididik sejak kecil untuk menjadi seorang penakluk Kota Konstantinopel. Beliau
dididik oleh dua ulama besar pada waktu itu yaitu Syaikh Syamsuddin dan Syaikh
Ahmad bin Ismail Al-Kurani. Syaikh Aaq Syamsuddin adalah ulama yang sangat
terpelajar dan menguasai berbagai bidang ilmu dalam waktu yang bersamaan.
Beliau hampir setiap hari mendidik Al-Fatih untuk meyakinkan bahwa dirinya akan
menjadi ‘pemimpin terbaik’ dalam hadist sebagai penakluk Konstantinopel. Dari
beliau juga Al-Fatih belajar berbagai disiplin ilmu dari matematika, fisika,
astronomi, seni, militer, sirah nabi dan sahabat, dan ilmu-ilmu lainnya.
Sedangkan Syaikh Ahmad Al-Kurani adalah ulama yang mengajarkan Al-Fatih membaca
dan menghafal Al-Quran sehingga dalam umur 8 tahun Al-Qur’an sudah dihapalnya.
Dari kedua ulama ini, yang memberikan kontribusi besar dalam mendidik dan
membentuk keperibadian Al-Fatih menjadi seorang Ghazi (Ksatria Pertolongan Allah) dalam menakukan Konstantinopel.
Al-Fatih memberikan ibrah (pelajaran) kepada kita semua
bahwasanya untuk menjadi seorang seperti dirinya tidak hadir begitu saja.
Melainkan, harus ada didikan dan tempaan yang luar biasa dalam menghadirkan
keperibadiannya. Bukan hal yang tidak mungkin, ketika kita ditempa menjadi
seorang pribadi yang handal, tangguh, dan semangat mewujudkan bisyarah (janji rasul) seperi beliau
maka Al Fatih-Al-Fatih pada zaman sekarnag ini akan banyak bermunculan.
Kerajaan Ustmani dalam visi dan misinya hanya satu
tujuan yaitu untuk mewujudkan Bisyarah
dari Rasul untuk menaklukan Konstantinopel. Dalam sebuah hadist dari Abdullah
bin Amri bin Ash: “bahwa ketika kami duduk di sekelilingi Rasulullah saw untuk
menulis, lalu Rasulullah saw ditanya tentang kota manakah yang akan futuh
terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma. Maka Rasulullah saw menjawab, ‘Kota
Heraklius terlebih dahulu,’ yakni Konstantinopel” (H.R Ahmad). Inilah yang
menjadi minyak yang terus menyalakan api dari Kerajaan Ustmani yang dapat
direalisasikan oleh khalifah ke-7 yaitu Mehmed II bin Murad II.
“Lebih daripada yang bisa dilihat oleh mata”, inilah
yang cocok dalam menerangkan pada masa penaklukan Konstantinopel. Pada waktu
itu masyarakat muslim dibenturkan dengan realitas yang ada bahwa kekuatan umat
islam tidak akan pernah mampu untuk menaklukan Kerajaan Bizantyium itu. Karena kerajaan
ini memiliki kekuatan yang luar biasa terutama dalam hal benteng yang tetap
kokoh kurang lebih 1.000 tahun. Kalau dianalogikan pada masa kini yaitu semisal
Indonesia menaklukan Austarlia (itu menurut saya). Jadi sebenarnya yang menjadi
kunci kemenangan Al- Fath yaitu yakin akan ‘Janji Allah’ dan Rasulnya tanpa
memperdulikan hambatan dan realitas yang ada sehingga inilah menjadi
penyemangat pada Al-Fatih beserta pasukannya. So, ketika kita bicara mengenai
suatu saat nanti umat islam akan menaklukan Kota Roma yang merupakan bisyarah Allah dan Rasul, pertanyannya
apakah kita percaya atau tidak dengan pernyataan Rasul.
Selanjutnya, keperibadian Al-Fatih yang mudah ditiru oleh kita semua pada zaman dulu, sekarang, dan nanti yaitu perhatian lebih terhadap amalan ‘solat’. Beliau termasuk orang yang tidak pernah masbuq solat berjamah, tidak pernah meninggalkan solat malam, dan tidak pernah meninggalkan solat rawatib. Menurut Imamal Al-Qurthuby dalam tafsirnya, ‘aqimu’ bukan berarti ‘qama’ yang berarti ‘berdiri’, melainkan kata itu berarti ‘bersinambung dan sempurna’ sehingga perintah tersebut berarti ‘melaksanakannya dengan baik, khusyuk dan bersinambungan sesuai syarat dan rukunnya. Ini menjalaskan bahwa solat mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam keseluruhan ibadah kepada allah swt. Oleh karena itu, jika kita ingin menjadi orang yang minimal hampir sama dengan beliau Al-Fatih, mari bersama-sama kita memperbaiki solat kita dan mengamalkan praktik solat seperti beliau.
Selanjutnya, keperibadian Al-Fatih yang mudah ditiru oleh kita semua pada zaman dulu, sekarang, dan nanti yaitu perhatian lebih terhadap amalan ‘solat’. Beliau termasuk orang yang tidak pernah masbuq solat berjamah, tidak pernah meninggalkan solat malam, dan tidak pernah meninggalkan solat rawatib. Menurut Imamal Al-Qurthuby dalam tafsirnya, ‘aqimu’ bukan berarti ‘qama’ yang berarti ‘berdiri’, melainkan kata itu berarti ‘bersinambung dan sempurna’ sehingga perintah tersebut berarti ‘melaksanakannya dengan baik, khusyuk dan bersinambungan sesuai syarat dan rukunnya. Ini menjalaskan bahwa solat mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam keseluruhan ibadah kepada allah swt. Oleh karena itu, jika kita ingin menjadi orang yang minimal hampir sama dengan beliau Al-Fatih, mari bersama-sama kita memperbaiki solat kita dan mengamalkan praktik solat seperti beliau.
0 Response to "Biografi Singkat Muhammad Al-Fatih 1453 H"
Posting Komentar